Bab
I
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Dalam kehidupan
sehari-hari, khususnya dalam pergaulan antar manusia kita dapat merasakan
perbedaan reaksi antara yang satu dengan yang lain. Yang satu saya rasakan sebagai
pribadi yang penuh pngertian dan selalu mendorong saya untuk selalu tumbuh,
sedangkan yang lain saya rasakan menghambat perkembangan saya bahkan mungkin
timbul rasa iri hati jika ada orang lain tumbuh. Memang inilah kenyataan hidup
manusia, dimana kita masuk ke dalam dua sifat yang berlainan dalam diri manusia.
Yang dimaksudkan dalam hal ini yaitu kekuatan kelemahan konselor sebagai
personal dan professional.
1.2 Rumusan Masalah
1.
Bagaimanakah gambaran umum kepribadian
konselor yang dapat menumbuhkan konseli ?
2.
Apa sajakah kekuatan yang harus dimiliki
konselor sebagai personal dan professional ?
3.
Apa sajakah keterbatasan/ kelemahan
konselor sebagai personal dan professional ?
4.
Apa sajakah sifat yang harus dimiliki
oleh seorang konselor dalam keterbatansan personal dan professional ?
1.3 Tujuan
1. Untuk
mengetahui gambaran umum kepribadian konselor yang dapat menumbuhkan konseli.
2. Untuk
mengetahui kekuatan konselor yang harus dimiliki sebagai personal dan
professional.
3. Untuk
mengetahui keterbatasan / kelemahan konselor sebagai personal dan professional
4. Untuk
mengetahui sifat yang harus dimiliki oleh konselor dalam keterbatasan personal
dan professional.
1.4 Manfaat
1.
Agar kita memahami lebih dalam makna
dari kekuatan kelemahan konselor sebagai personal dan professional.
2.
Memberi masukan bagi mahasiswa dan dosen
itu sendiri.
3.
Sebagai acuan dalam penyusunan makalah
selanjutnya.
Bab
II
Pembahasan
2.1
Gambaran Umum Kepribadian Konselor
Di dalam proses konseling, konselor
adalah orang yang amat bermakna bagi seorang konseli. Konselor menerima konseli
apa adanya dan bersedia dengan sepenuh hati membantu konseli mengatasi
masalahnya sekalipun dalam situasi yang kritis. Keadaan seperti itulah yang
menjadi alasan semua ahli konseling menempatkan peran konselor pada posisi yang
amat strategis dalam upaya “menyelamatkan” konseli dari keadaan yang tidak
menguntungkan baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Semua pendekatan
dan ahli konseling menganggap bahwa konselor adalah pihak yang amat menentukan
bagi keberhasilan proses konseling.
Mengingat pentingnya peran yang diemban
konselor, maka untuk menopang tugasnya konselor harus memiliki kualifikasi
kepribadian yang memadai, yaitu pribadi yang penuh pengertian dan selalu
mendorong orang lain untuk bertumbuh. Kepribadian konselor merupakan titik
tumpu yang berfungsi sebagai penyeimbang antara pengetahuan mengenai dinamika
perilaku dan ketrampilan terapetik. Ketika titik tumpu ini kuat, pengetahuan
dan ketrampilan bekerja secara seimbang dengan kepribadian akan berpengaruh
pada perubahan perilaku positif dalam konseling. Keberhasilan konseling lebih
bergantung pada kualitas pribadi konselor dibanding kecermatan teknik.
Leona E Tyler (1969)
menyatakan “…success in counseling depend more upon personal qualities than
upon correct use of specified techniques“. Pribadi konselor yang amat
penting mendukung efektifitas peranannya adalah pribadi yang altruistis-rela
berkorban untuk kepentingan orang lain yaitu kepentingan konseli (Pietrofesa,
1978).
Brammer (1985) kekhasan pribadi
konselor pada umumnya meliputi awareness of self and values; awareness of
cultural experience; ability to analyze the helper’s own feeling; ability to
serve as model and influencer; altruism; strong sense of ethics;
responsibility.
Ketika konselor menyetujui
peranannya untuk membantu konseli, sekaligus konselor menyetujui untuk
mencurahkan segenap energi dan kemampuannya membantu konselinya dalam mengatasi
masalah yang dihadapi. Karena itu konselor merupakan “pribadi yang esensial
dalam kehidupan konseli (Pietrofesa, 1978).
Comb dalam George dan Christiani (1991)
mengungkapkan bahwa faktor personal konselor tidak hanya bertindak sebagai
pribadi semata tetapi dijadikan sebagai instrumen dalam meningkatkan kemampuan
membantu konselinya (self instrument). Untuk menopang peran sebagai
konselor yang efektif, dia perlu mengetahui apa dan siapa “pribadinya”.
Kesadaran konselor terhadap personalnya akan menguntungkan konseli.Dimensi
personal yang harus disadari konselor dan perlu dimiliki adalah spantanitas;
fleksibilitas; konsentrasi; keterbukaan; stabilitas emosi; berkeyakinan akan
kemmapuan untuk berubah; komitmen pada rasa kemanusiaan; kemauan membantu
konseli mengubah lingkungannya; pengetahuan konselor; totalitas.
Konselor harus memiliki pribadi yang
berbeda dengan pribadi-pribadi petugas helper lain.Konselor adalah
pribadi yang penuh pengertian dan mampu mendorong orang lain tumbuh. Carlekhuff
menyebutkan 9 ciri kepribadian yang harus ada pada konselor, yang dapat
menumbuhkan orang lain:
1. Empati (Empaty)
Empati
adalah kemampuan seseorang untuk merasakan secara tepat apa yang dirasakan dan
dialami orang lain.Konselor yang empatinya tinggi akan menampakkan sifat
bantuan yang nyata dan berarti dengan konseli.
2. Rasa
Hormat (Respect)
Respect secara
langsung menunjukkan bahwa konselor menghargai martabat dan nilai konseli
sebagai manusia. Konselor menerima kenyataan bahwa setiap konseli mempunyai hak
untuk memilih sendiri, memiliki kebebasan, kemauan dan mampu membuat keputusan
sendiri.
3. Keaslian
(genuiness).
Genuiness merupakan
kemampuan konselor menyatakan dirinya secara bebas dan mendalam nyata Konselor
yang genuine selalu tampak keaslian pribadinya, sehingga tidak ada
pertentangan antara apa yang ia katakan dengan apa yang ia lakukan. Tingkah
lakunya sederhana, lugu dan wajar. Keaslian merupakan salah satu dasar relasi
antara konseli dan konselor, dan merupakan sarana yang membantu konseli
mengembangkan dirinya secara konstruktif menjadi diri sendiri yang lebih
dewasa.
4. Konkret (Concreteness)
Kemampuan
konselor untuk menkonkritkan hal-hal yang samar-samar dan tak jelas mengenai
pengalaman dan peristiwa yang diceritakan konseli termasuk ekspresi-ekspresi
perasaan yang spesifik yang muncul dalam komunikasi mereka. Seorang konselor
yang memiliki concreteness tinggi selalu mencari jawaban mengenai apa,
mengapa, kapan, di mana, dan bagaimana dari sesuatu yang ia hadapi dan selalu
berusaha mencegah konseli lari dari kenyataan yang sedang dihadapi.
5.
Konfrontasi (Confrontation)
Dalam
konseling konfrontasi mengandung pengertian yang sangat berbeda dan tidak ada
kaitannya dengan tindakan menghukum. Konfrontasi terjadi jika terdapat
kesenjangan antara apa yang dikatakan konseli dengan apa yang ia alami, atau
antara apa yang ia katakan pada suatu saat dengan apa yang telah ia katakan
sebelumnya.
6. Membuka
Diri (Self Disclosure)
Self
Disclosure adalah penampilan perasaan, sikap, pendapat, dan pengalaman-pengalaman
pribadi konselor untuk kebaikan konseli. Konselor mengungkapkan diri sendiri
dengan mengungkapkan beberapa pengalaman yang berarti , sesuai dengan
permasalahan konseli. Makna dibalik sikap terbuka mengungkapkan pengalaman
pribadi ialah bahwa konselor ingin menunjukkan kepada konseli bahwa konselor
bukanlah seorang pribadi yang berbeda dengan konseli, melainkan manusia biasa
yang juga mempunyai pengalaman jatuh bangun dalam hidup.
7.
Kesanggupan (Potency)
Potency dinyatakan
sebagai kharisma, sebagai suatu kekuatan yang dinamis dan magnetis dari
kualitas pribadi konselor (Wolf, 1970). Konselor yang memiliki sifat potency
ini selalu menampakkan kekuatannya dalam penampilan pribadinya. Ia mampu
menguasai dirinya dan mampu menyalurkan kompetensinya dan rasa aman kepada
konseli.Konselor yang rendah potency nya, tidak mampu membangkitkan rasa
aman pada konseli dan konseli enggan mempercayainya.
8. Kesiapan
(Immediacy)
Immediacy adalah
sesuatu yang berhubungan dengan perasaan diantara konseli dengan konselor pada
waktu kini dan di sini (Colingwood & Renz, 1969). Tingkat immediacy
yang tinggi terdapat pada diskusi dan analisis yang terbuka mengenai hubungan
antar pribadi yang terjadi antara konselor dan konseli dalam situasi konseling.Immediacy
merupakan variabel yang sangat penting karena menyediakan kesempatan untuk
menggarap berbagai masalah konseli, sehingga konseli dapat mengambil manfaat
melalui pengalaman ini.
9. Aktualisasi
Diri (Self Actualization)
Penelitian
membuktikan bahwa Self Actualization mempunyai korelasi tinggi dengan
keberhasilan konseling (Foulds, 1969). Self Actualization dapat
dipergunakan konseli sebagai model . Secara tidak langsung Self Actualization
menunjukkan bahwa orang dapat hidup dan memenuhi kebutuhannya, karena ia
memiliki kekuatan dalam dirinya untuk mencapai tujuan hidupnya. Konselor yang
dapat Self Actualization memiliki kemampuan mengadakan hubungan sosial
yang hangat (warmth), intim, dan secara umum mereka sangat efektif dalam
hidupnya. Konselor yang aktual menurut Polmantic ( 1996) adalah konselor yang
memiliki sifat- sifat kepribadian sebagai berikut :
1.
Pribadi yang intelegent, memiliki kemampuan berpikir
verbal, bernalar dan mampu memecahkan secara logis dan perseptif.
2. Menunjukkan
minat kerja sama dengan orang lain, di samping dan memberikan pertimbangan
berdasrkan ilmu pengetahuan menenai tingkah laku individu dan orang lain.
3. Menampilkan
kepribadian yang dapat menerima dirinya dan tidak akan menggunakan kliennya
untuk kepuasan kebutuhan pribadinya melebihi batas yang ditentukan oleh kode
etik profesinya.
4. Memiliki
nilai-nilai yang diakui kebenarannya sebab nilai-nilai akan mempengaruhi
prilakunya dalam situasi konseling dan tingkah lakunya secara umum.
5. Menunjukkan
sifat yang penuh toleransi terhadap masalah-masalah yang dihadapi dan ia miliki
kemampuan untuk menghadapi hal-hal yang krang menentu ( mendesak ) tanpa
terganggu profesinya dan aspek kehidupan pribadinya.
6. Memahamai
dan memperlakukan konseli secara psikologis tana tekanan-tekanan sosial untuk
memaksa konseli menyesuaikan dirinya.
2.2 Kekuatan
Konselor Sebagai Personal dan Professional
Sebagai
“helper” yang professional konselor hendaknya memiliki kelebihan-kelebihan.
Kelebihan yang hendak dimiliki adalah :
1. Sebagai mediator bagi konseli
dalam menyelesaikan masalah.
Berusaha
membantu konseli dalam mencapai tujuan-tujuan da menyediakan diri untuk dapat
membantu konseli dalam memecahkan masalah yang dihadapi.
2. Sebagai penunjuk dalam pemecahan
masalah konseli.
Konselor
mau menyarankan pandangan alternatif dan menyediakan arahan kepada konseli
untuk memecahkan masalah yang mereka hadapi.
3. Keberanian untuk tidak sempurna.
Maksudnya
berani untuk gagal, atau berani menghadapisuatu kegagalan dalam layanannya.
Seorang konselor berani menghadapi masalah dengan mata terbuka, konselor akan
berani menampilkan dirinya tanpa harus berubah menjadi orang lain. Karena
seorang konselor harus tahu bahwa itulah dirinya ( Rollo May, 181-182). Konselor sadar bahwa, manusia termasuk
dirinya sebagai mahluk menjadi “ Un becoming “.
4. Sebagai pribadi yang menarik.
Seorang
konselor adalah seorang yang memiliki pribadi yang menarik. Dengan
kemenarikannya/ daya tarik yang dimiliki justru akan mengundang konseli atau
orang yang dilayani terasa diundang untuk meminta layanan. Kebutuhan
pengetahuan, atau pengetahuan luas akan mampu membantu konseli dari berbagai
sisi. Dari tampilannya yang menarik, konseli tertarik untuk dekat, dengan tutur
kata yang ramah, konseli senang berkonsultasi, dsb.
5.Menjaga rahasia.
Konselor
mampu menjaga rahasia konseli. Berfokus pada pemikiran dan perasaan konseli
dalam interviu dan tidak mengatakan hal-hal yang tidak relevan serta mengakui
keterbatasan diri. Mengakui keterbatasan dan bekerja dengan supervise. Saling
bertukar pikiran dalam hal teori, konsep, dan pengalaman pribadi dalam interviu
dengan konselor-konselor lain.
6.Kemampuan mengungkap masalah
berbagai masalah konseli.
Konselor
yang intelegent dapat mengungkapkan dan melahirkan banyak respon dari berbagai
macam ragam situasi dan persoalan.
7.Mampu melihat permasalahan dari
berbagai aspek.
Konselor
professional mampu bertindak dari
berbagai sudut pandang. Memecahkan masalah konseli bisa melakukannya dari
berbagai teori, pendekatan, keterampilan, dan teknik-teknik konseling.
8.Mampu berkomunikasi dengan konseli
yang berbeda budaya.
Mampu
mengungkapkan pernyataan-pernyataan langsung tak langsung dalam jumlah maksimum
guna berkomunikasi dengan orang-orang sebudaya dengannya dan juga orang dari
sejumlah budaya lain.
9.Pemahaman diri dan teori yang
digunakan.
Secara
terlibat dengan pengujian diri dan wawasan pandangannya sendiri, menguasai
secara mantap teori-teori baru, dan mengmbangkan secara sistematis teori-teori konseling
sendiri yang unik. Setelah mendalami (studi) mungkin memutuskan untuk sepakat
atau menerima penuh suatu ancangan teoritis. Di samping memahami diri secara
akurat , atas kelebihan dan kekurangannya, maka konselor tidak berhenti untuk
mendalami secara terus-menerus sesuai dengan perkembangan.
10.Memiliki rasa kepedulian.
Konselor
hendaknya peduli dengan apa yang teradi pada konseli. Perubahan –perubahan yang
terjadi, baik ekspresi atau gerak menandakan ada hal-hal yang perlu
diperhatikan oleh konselor.
2.3
Keterbatasan Konselor Sebagai Personal dan Profesional.
Sebagai “helper” yang profesional
sudah tentu seorang konselor mempunyai keterbatasan. Keterbatasan yang dimiliki
adalah :
1. Keterbatasan dalam menyelesaikan
masalah konseli.
Sebagai
seorang manusia tentunya konselor juga memiliki keterbatasa dalam menyelesaikan
masalah, ini disebabkan karena masalah yang diahadapi oleh konseli terlalu
berat untuk ditangani oleh seorang konselor.
2.Keterbatasan dalam memahami
individu lainnya.
Sebagaimana
dijelaskan di depan, konselor secara profesional dan personal memiliki
keterbatasan memahami konseli. Hal ini disebabkan karena keragamannya
karateristik konseli. Selain itu, mungkin juga analisis pribadi konseli tidak
sesuai teori yang digunakan oleh konselor dalam menganalisis masalah konseli.
3.Demikian pula keterbatasan dalam
membentengi diri dari permasalahan yang dihadapi oleh konseli.
Sebagai
seorang konselor, kadang-kadang ikut larut dalam masalah yang dihadapi konseli.
Seperti misalnya dia merasakan kesedihan yang berlarut-larut karena konseli
menghadapi masalah yang cukup berat.
4.Egoisme konselor.
Konselor
berusaha memaksakan tujuan-tujuannya sendiri, mengikuti agendanya sendiri.
Karena wawasan yang terbatas, ia hanya mampu bekerja hanya dalam satu kerangka
kerja. Mungkin tidak bersedia menyediakan arahan dan dukungan yang jelas
diperlukan oleh konseli. Berusaha membantu konseli dalam mencapai tujuan-tujuan
konseli menurut agenda konseli dan menyediakan media yang dapat membantu
konseli dalam memecahkan masalah yang dihadapi.
5.Berpegang pada satu cara respon.
Di
dalam hal ini, konselor menyelesaikan masalah dengan cara sama antara konseli
yang satu dengan konseli yang lain, walaupun konselor sudah menyadari adanya
perbedaan karaterisrik antara individu satu dengan yang lainnya.
6.Hanya berfungsi pada satu kerangka
budaya saja.
Dalam
proses konseling, biasanya konselor memasukkan budayanya sendiri untuk
memecahkan masalah konseli yang memiliki kebudayaan yang berbeda dengan
konselor. Padahal hal ini tidak boleh terjadi.
7.Mendiskusikan atau membicarakan
kehidupan konseli dengan orang lain tanpa izin.
Ada
konselor yang mengekspos masalah konseli kepada pihak lain yang tidak
bersangkut paut dengan konselor lain tanpa izin dari konseli. Sesuai denan asas
kerahasiaan , ini adalah tidak benar.
8.Konselor yang individual.
Artinya,
konselor bertindak tanpa mengeanali keterbatasan sendiri dan bekerja tanpa
supervisi. Tidak mau bertukar pikiran dalam kegiatan profesional dengan orang
lain.
9.Konselor yang kurang efektif dan
efisien.
Memusatkan
perhatian yang sungguh-sungguh pada hal-hal kecil yang tidak relevan bagi
masalah konseli sehingga waktu yang digunakan menjadi tidak efisien dan
efektif. Suatu saat dapat mengabaikan perasaan dan pemikiran konseli.
10.Kekurang perhatian konselor.
Memperlakukan
para konseli secara tidak tulus, tanpa perhatian penuh, tanpa persaan, dan
mungkin dengan cara-cara yang merugikan atau membahayakan konseli.
11.Tidak berpikir alternatif.
Secara
membabi-buta (taklid) memakai satu jenis atau satu bdang teori tunggal dengan
tidak memberikan pemikiran alternatif, atau tidak mampu sama sekali memaknakan
secara sadar berbagai ancangan yang sistematis.
2.4 Sifat
yang harus dimiliki konselor dalam keterbatasan personal dan profesional.
Dalam
keterbatasan personal dan profesional,ada 7 sifat yang harus di
milikiolehkonseloryaitu:
1.Tingkahlakuyangetis
Sikap dasar seorang konselor harus mengandung ciri etis, karena konselor harus membantu manusia sebagai pribadi dan memberikan informasi pribadi yang bersifat sangat rahasia. Konselor harus dapat merahasiakan kehidupan pribadi konseli dan memiliki tanggung jawab moral untuk membantu memecahkan kesukarankonseli.
2.Kemampuanintelektual.
Konselor yang baik harus memiliki kemampuan intelektual untuk memahami seluruh tingkah laku manusia dan masalahnya serta dapat memadukan kejadian-kejadian sekarang dengan pengalaman-pengalamannya dan latihan-latihannya sebagai konselor pada masa lampau. Ia harus dapat berpikir secara logis, kritis, dan mengarah ke tujuan sehingga ia dapat membantu konseli melihat tujuan, kejadian-kejadian sekarang dalam proporsi yang sebenarnya, memberikan alternatif-alternatif yang harus dipertimbangkan oleh konseli dan memberikan saran-saran jalan keluar yang bijaksana. Semua kecakapan yang harus dimiliki seorang konselor di atas membutuhkan tingkat perkembangan intelektual yang cukupbaik.
3.Keluwesan(fleksibelity).
Hubungan dalam konseling yang bersifat pribadi mempunyai ciri yang supel dan terbuka. Konselor diharapkan tidak bersifat kaku dengan langkah-langkah tertentu dan sistem tertentu. Konselor yang baik dapat dengan mudah menyesuaikan diri terhadap perubahan situasi konseling dan perubahan tingkah laku konseli. Konselor pada saat-saat tertentu dapat berubah sebagai teman dan pada saat lain dapat berubah menjadi pemimpin. Konselor bersama konseli dapat dengan bebas membicarakan masalah masa lampau, masa kini, dan masa mendatang yang berhubungan dengan masalah pribadi konseli. Konselor dapat dengan luwes bergerak dari satu persoalan ke persoalan lainnya dan dapat menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang mungkin terjadi dalam proseskonseling.
4.Sikappenerimaan(acceptance).
Seorang konseli diterima oleh konselor sebagai pribadi dengan segala harapan, ketakutan, keputus-asaan, dan kebimbangannya. Konseli datang pada konselor untuk meminta pertolongan dan minta agar masalah serta kesukaran pribadinya dimengerti. Konselor harus dapat menerima dan melihat kepribadian konseli secara keseluruhan dan dapat menerimanya menurut apa adanya. Konselor harus dapat mengakui kepribadian konseli dan menerima konseli sebagai pribadi yang mempunyai hak untuk mengambil keputusan sendiri. Konselor harus percaya bahwa konseli mempunyai kemampuan untuk membuat keputusan yang bijaksana dan bertanggung jawab. Sikap penerimaan merupakan prinsip dasar yangharusdilakukanpadasetiapkonseling.
5.Pemahaman(understanding).
Seorang konselor harus dapat menangkap arti dari ekspresi konseli. Pemahaman adalah mengkap dengan jelas dan lengkap maksud yang sebenarnya yang dinyatakan oleh konseli dan di pihak lain konseli dapat merasakan bahwa ia dimengerti oleh konselor. Konseli dapat menangkap bahwa konselor mengerti dan memahami dirinya, jika konselor dapat mengungkapkan kembali apa yang diungkapkan konseli dengan bahasa verbal maupun nonverbal dan disertai dengan perasaannyasendiri.
6.Pekaterhadaprahasiapribadi.
Dalam segala hal konselor harus dapat menunjukkan sikap jujur dan wajar sehingga ia dapat dipercaya oleh konseli dan konseli berani membuka diri terhadap konselor. Jika pada suatu saat seorang konseli mengetahui bahwa konselornya menipunya dengan cara yang halus, konseli dapat langsung menunjukkan sikap kurang mempercayai dan menutup diri yang menghilangkan sikap baik antara dirinya dan konselornya. Konseli sangat peka terhadap kejujuran konselor, sebab konseli telah berani mengambil risiko dengan membuka diri dan khususnyarahasiahiduppribadinya.
7.Komunikasi.
Komunikasi merupakan kecakapan dasar yang harus dimiliki oleh setiap konselor. Dalam komunikasi konselor dapat mengekspresikan kembali pernyataan-pernyataan konseli secara tepat. Menjawab atau memantulkan kembali pernyataan konseli dalam bentuk perasaan dan kata-kata serta tingkah laku konselor. Konselor harus dapat memantulkan perasaan konseli dan pemantulan ini dapat ditangkap serta dimengerti oleh konseli sebagai pernyataan yang penuh penerimaan dan pengertian. Dalam koseling tidak terdapat resep tertentu mengenai komunikasi yang dapat dipakai oleh setiap konselor pada setiap konseling.
1.Tingkahlakuyangetis
2.Kemampuanintelektual.
3.Keluwesan(fleksibelity).
1.Tingkahlakuyangetis
2.Kemampuanintelektual.
3.Keluwesan(fleksibelity).
5.Pemahaman(understanding).
Bab
III
Penutup
3.1
Kesimpulan
Gambaran Umum
Kepribadian Konselor
Carlekhuff menyebutkan 9 ciri
kepribadian yang harus ada pada konselor, yang dapat menumbuhkan orang lain:
1. Empati (Empaty)
2. Rasa
Hormat (Respect)
3. Keaslian
(genuiness).
4. Konkret (Concreteness)
5.
Konfrontasi (Confrontation)
6. Membuka
Diri (Self Disclosure)
7.
Kesanggupan (Potency)
8. Kesiapan
(Immediacy)
9.
Aktualisasi Diri (Self Actualization)
Kekuatan
Konselor Sebagai Personal dan Professional
Sebagai
“helper” yang professional konselor hendaknya memiliki kelebihan-kelebihan.
Kelebihan yang hendak dimiliki adalah :
1.Sebagai mediator bagi konseli
dalam menyelesaikan masalah.
2.Sebagai penunjuk dalam pemecahan
masalah konseli.
3.Keberanian untuk tidak sempurna.
4.Sebagai pribadi yang menarik.
5.Menjaga rahasia.
6.Kemampuan mengungkap masalah
konseli.
7.Mampu melihat permasalahan dari
berbagai aspek konseli.
8.Mampu berkomunikasi dengan konseli
yang berbeda budaya.
9.Pemahaman diri dan teori yang
digunakan.
10.Memiliki rasa kepedulian.
Keterbatasan
Konselor Sebagai Personal dan Profesional.
Sebagai “helper” yang profesional
sudah tentu seorang konselor mempunyai keterbatasan. Keterbatasan yang dimiliki
adalah :
1. Keterbatasan dalam menyelesaikan
masalah konseli.
2.Keterbatasan dalam memahami
individu lainnya.
3.Demikian pula keterbatasan dalam
membentengi diri dari permasalahan yang dihadapi oleh konseli.
4.Egoisme konselor.
5.Berpegang pada satu cara respon.
6.Hanya berfungsi pada satu kerangka
budaya saja.
7.Mendiskusikan atau membicarakan
kehidupan konseli dengan orang lain tanpa izin.
8.Konselor yang individual.
9.Konselor yang kurang efektif dan
efisien.
10.Kekurang perhatian konselor.
11.Tidak berpikir alternatif.
Sifat yang
harus dimiliki konselor dalam keterbatasan personal dan profesional.
Dalam
keterbatasan personal dan profesional,ada 7 sifat yang harus di
milikiolehkonseloryaitu:
4.Sikappenerimaan(acceptance).
6.Pekaterhadaprahasiapribadi.
7.Komunikasi.
3.2 Saran
Kami menyarankan kepada seluruh
tenaga pembimbing khususnya konselor agar meningkatkan kekuatan sebagai
personal dan profesional agar setiap layanan yang diberikan berhasil sehingga
mampu membuat konseli memahami dirinya.
thank you, izin copas yaa
BalasHapusBisa nggak disertakan referensinya, makasih sebelumnya
BalasHapus